Kue Bantal

Jumat, 24 Januari 2014

Kisah Sukses Ibu Juju dengan Bisnis Kue Bantal

Kisah Sukses Ibu Juju dengan Bisnis Kue BantalPada awalnya ibu Juju menjual kue bantal bukan nama asli pada kue bantal yaitu kue cubit dengan lahan alas 3X4m ibu Juju memulai usahanya disebuah pasar yaitu pasar Palmeriam, setelah ibu Juju mulai usaha dalam waktu 4bulan dia baru mulai merasakan ramainya para pembeli yang menghampirinya untuk sekedar membeli saja.
Awalnya para pembeli hanya membeli saja dan pada akhirnya mereka mulai merasakan citra rasa kelezatan rasa kue buatan Ibu Juju, dari pembicaraan ke pembicaraan kue ibu Juju mulai sangat digemari para kalangan ibu-ibu dan bapak-bapak dengan berbagai alasan, tak lama kemudian ibu Juju kena musibah dia tidak kuat berjualan lg karna sakit pada kakinya dan akhirnya Ibu Juju beralih jualan dengan membawa anak bungsunya karena pembeli semakin ramai dan ibu juju semakin tidak sanggup melayani banyak para pembeli.
Dan dengan berjalannya waktu dia mulai berfikir untuk memperluas bisnisnya dengan cara membuka usahanya di pasar lain selama 3bulan dan sementara dipasar lama dia tutup sementara, oleh karna itu dia mempunyai pemikiran negatif dengan berfikir kalau dia tinggali pasar yang lama nanti ada yang nempati tempat usaha dia dan akhirnya dia mulai membuka 2 tempat yang berbeda dan bersamaan. akan tetapi kondisi Ibu Juju semakin lemah an akhirnya dia memutuskan untuk membuka toko kue didepan rumahnya yang berganti nama dengan kue bantal karna dengan ukuran kuenya semakin besar.
2 tahun sudah berjalan usaha dan kelangsungan bisnis Ibu Juju yang semakin maju dan ramai pembeli hingga anaknya mulai mencoba membuka usaha Kue Bantal di daerah Bandung dan berjalan lancar karena ada pelanggannya ibu Juju yang di jakarta dan tinggal di Bandung dan akhirnya dia mempromosikan kue tersebut dan tidak disangka Keluarga Ibu Juju dalam sebulan memperoleh omset sebesar 200 juta dan dia tidak habis fikir karena dia sekolah dengan tamatan SD dan bisa mempunyai toko dan omset begitu besarnya oleh karena itu dia mengatakan bahwa dengan usaha dan kegigihan yang kuat akan membuahkan hasil maksimal.

Keripik Pedas Maicih

Kisah Sukses Reza Nurhilman Pemilik Usaha Keripik Pedas ‘Maicih’

Kisah Sukses Reza Nurhilman Pemilik Usaha Keripik Pedas MaicihSimak saja kisah Reza Nurhilman. Dengan keterbatasan dana membangun usaha, pemuda 23 tahun ini meraih sukses tak terkira berkat dunia maya. Ia memanfaatkan situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter sebagai media pemasaran.Reza atau akrab disapa Axl adalah pemilik usaha keripik pedas ‘Maicih’, yang sempat membuat heboh remaja Bandung.
Hanya setahun setelah meluncurkan usahanya di Twitter, ia mampu mengantongi omzet penjualan Rp. 4 miliar per bulan. Berangkat dengan modal sekitar Rp. 15 juta, ia membuat permainan yang memancing penasaran Facebookers dan Tweeps. Ia merancang lokasi penjualan berpindah-pindah setiap hari, yang hanya dapat diketahui dengan melihat status Facebook (#maicih) atau Tweet Maicih (@infomaicih).
Strategi itu sukses. Keripiknya menjadi barang buruan. Konsumen harus mengantre berjam-jam demi mendapatkan keripik superpedas itu. Bahkan, antrean pernah memanjang hingga satu kilometer. “Strategi pemasaran sengaja saya pilih berpindah-pindah sehingga orang penasaran untuk selalu mengetahui di mana keripik Maicih nongkrong,” ucapnya.
Latar belakang usaha? Saya itu lulus SMU di tahun 2005, empat tahun saya menganggur, dalam artian tidak kuliah. Saya baru kuliah itu 2009. Dalam empat tahun menganggur, saya jual beli barang seperti elektronik, pupuk. Semua saya jual. Akhirnya saya punya produk yang tepat dan kendaraan yang tepat.
Saya lahir dari tiga bersaudara, anak paling bungsu, dari ekonomi keluarga yang biasa-biasa saja. Waktu lulus SMU itu, ekonomi keluarga benar-benar drop, jadi saya memutuskan untuk menunda kuliah karena tidak mau membebani orangtua. Saya tidak memiliki figur seorang ayah, jadi mama saya banting tulang, kerja keras untuk menghidupi tiga orang anaknya. Saya tidak tega membebani lagi dengan biaya kuliah.
Jadi selama empat tahun mulai agak berhasil apalagi dengan adanya Maicih. Jadi, jatuh bangunnya saya ini, sebelum saya memulai bisnis Maicih. Baru pas Maicih, mungkin momen dan waktunya tepat. Saya percaya Tuhan itu memberikan rezeki pada umatnya tidak terlalu cepat dan tidak terlalu terlambat. Tepat pada waktunya.Banyak orang yang mencibir mungkin tidak tahu kerja keras saya dalam membentuk bisnis ini. Sudah biasa. Jadi ya sudah tebal muka.
Tips Anak Muda untuk berbisnis?
Anak-anak muda itu harus jauh lebih yakin. Jika ingin menekuni sesuatu harus konsisten, ngotot, dan antusias. Kita harus semangat kalau kita punya sesuatu, kita harus yakin. Untuk menuju puncak itu memang tidak mudah, tidak semudah kita membalikkan telapak tangan, tapi ketika kita mengejarnya dengan yakin dan percaya, pasti akan tercapai. Maicih berawal dari impian, jadi kerja keras untuk mencapai impian tersebut itu harus. Tidak mungkin kita hidup selalu bergantung pada orang lain.
Sumber : iswandibanna.com.

Donat Kampung

Kisah Sukses Rosidah Widya Utami dengan Bisnis Donat Kampung

Kisah Sukses Rosidah Widya Utami dengan Bisnis Donat KampungBerawal dari hobi membuat kue, Rosidah Widya Utami kini sukses mengembangkan bisnis pembuatan donat dengan brand Donat Kampung Utami (DKU). Omzetnya dalam sebulan mencapai ratusan juta.
Rosidah Widya Utami kini sukses menjadi produsen donat ternama di Jombang, Jawa Timur. Dipasarkan dengan brand Donat Kampung Utami (DKU), produk donatnya dikenal luas hingga ke luar negeri. Omzetnya ratusan juta dalam sebulan.
Selepas lulus kuliah Fakultas Administrasi Negara Universitas Brawijaya, Malang, Utami sempat bekerja sebagai tenaga administrasi. Namun, kecintaannya pada dunia masak-memasak mendorong Rosidah untuk membuka usaha sendiri.
Di tahun 2001, Rosidah Widya Utami mulai membuka bisnis aneka masakan, termasuk kue. Modal awalnya hanya Rp 100.000. Setelah beberapa bulan berjalan, Rosidah terpikir untuk memfokuskan usahanya pada satu jenis makanan. Ia pun memilih donat dengan pertimbangan kue ini termasuk jajanan yang disukai semua kalangan.
Sebagai jajanan kampung, saat itu donatnya dijual dengan harga Rp 500 per biji.  “Saya pilih donat karena banyak yang suka,” katanya.
Kisah Sukses Rosidah Widya Utami Bisnis Donat KampungIa merintis usaha pembuatan donat dengan modal dan peralatan seadanya. Untuk mengaduk adonan donat, semisal, seharusnya memakai mixer ukuran besar. Namun, Rosidah memakai mixer biasa. “Peralatan saya sangat minim. Di bawah standar pabrik kue. Tapi itu tidak menyurutkan semangat saya,” ujar Utami.
Dibantu seorang pembantu, ia membuat ratusan donat saban hari dan menjajakan ke sekolah-sekolah. Agar produknya makin dikenal, Rosidah juga rajin mengikuti berbagai pameran wirausaha makanan. Setiap ada pameran di sekitar Jawa Timur, ia pasti ikut serta.
Bukan cuma itu saja, Utami juga memasarkan donat buatannya yang diberi merek Donat Kampung Utami (DKU) lewat blog pribadi.
Sehari-hari, Rosidah tak pernah lupa menuliskan setiap aktivitas seputar usaha donat yang ia geluti, di blog. Bahkan, rezeki mengalir deras berkat blog pribadi tersebut.
Pada tahun 2008, ada investor Malaysia tertarik untuk membeli resep donat milik Utami. Bahkan, ia sampai diundang ke Malaysia.
Sang investor Malaysia itu kemudian membuka gerai donat di Penang Malaysia dengan nama Nash Donut. Kini Nash Donut telah memiliki empat gerai yang berasal dari resep dasar Rosidah. Tiap bulan Nash masih membayar royalti pada Rosidah.
Bisnis Donat KampungHasil dari penjualan resep plus pembayaran royalti itu cukup lumayan. Rosidah memanfaatkannya untuk mengembangkan usaha yang membuka gerai donat di Jombang. Pada 2009, Rosidah mulai membuka gerai donat bernama Roshberry Donuts and Coffee di Jombang.
Selain resep, pengusaha asal Negeri Jiran itu juga membeli tepung donat dari Utami. Selama ini, ia memang memasarkan tepung donat ke kalangan umum tidak hanya ke pengusaha Malaysia itu. Harga jual tepung donat mulai Rp 50.000-Rp 200.000 per 1,5 kilogram (kg).
Belajar dari mitranya di Malaysia itu, Rosidah sadar akan pentingnya peran marketing agar usahanya makin berkembang. Rosidah pun mulai membenahi sistem pemasaran dan operasional usahanya. “Melihat di Malaysia, donat saya bisa dipasarkan dengan baik, saya mulai fokus membenahi manajemen,” ujar dia.
Dengan membuka gerai donat, Rosidah juga ingin agar donat buatannya itu naik kelas sehingga lebih bergengsi. Kualitas donat produknya dinaikkan ke kelas premium dengan harga Rp 4.000 per buah. Logo dan kemasan donatnya pun ia buat dengan standar yang lebih baik.
Utami juga membuat website sendiri, bahkan mengiklankan produknya secara berbayar via sejumlah media internet, seperti Google dan Facebook.
Pelanggan donatnya terbesar di berbagai daerah di Pulau Jawa, Sumatra, hingga Kalimantan. “Selama ini, saya banyak kirim ke pelanggan di daerah-daerah,” ujarnya.
Sejak tahun 2008, beberapa negara, seperti Hong Kong, Malaysia, dan Singapura juga telah menjadi langganan tetap donat buatan Utami. Selain itu, ia juga memasarkan produk donat itu ke London dan Belanda.
Selama 11 tahun mengendalikan usaha, telah banyak kemajuan yang dicapai. Bahkan, DKU telah menjelma sebuah grup usaha yang membidangi beberapa cabang usaha.
Selain donat, Utami juga merambah usaha pembuatan aneka kue kering, kue tart, brownies, dan roti manis. Usaha ini dikelolanya di bawah bendera DKU Cookies. Pendapatan dari kue kering ini melonjak tajam saat Lebaran dan akhir tahun. “Lebaran tahun ini, omzet saya dari penjualan kue kering saja mencapai Rp 500 juta,” ujar Utami.
Ia juga merambah bisnis restoran dengan mendirikan rumah makan Sari Rasa di Jombang. Tahun ini, Utami juga telah menambah tiga bisnis baru ke dalam grupnya. Di antaranya bisnis toko oleh-oleh khas Jombang. Dua lainnya tidak terkait dengan bisnis makanan, yakni jasa hosting desain web dan marketing, serta bisnis fashion and jewelry.
Sumber :  birotiket.web.id.

Jadi Juragan Pempek

Kisah Sukses Solihin menjadi Juragan Pempek

Kisah Sukses Solihin menjadi Juragan pempekPada awalnya Solihin hanya seorang penjual pempek biasa sehari harinya berliling dari tempat kesatu tempat dari sekolah ke sekolahan lain dan dari kegigihannya siapa disangka solihin dibalik dari kemauannya untuk usaha dia telah memikirkan kenapa Pak Yos ( Pemilik Pempek Solihin bekerja ) bisa membuka usaha sedangkan saya tidak, akhirnya solihin mengumpulkan uang untuk membuat sebuah gerobak untuk berjualan pempek miliknya.
Dan pada akhir tahun 2000 dia beranikan diri ke Jakarta untuk membuka usaha sebuah pempek tetapi apa yang dipikirkannya tidak semudah dengan fikirannya dia mengalami kesulitan dari tingkat tempat tinggal sampai tempat wilayah yang akan dia berdagang selalu ada kendalanya.
Akhirnya dia bertemu dengan salah satu kerabatnya dari kampung yang berjualan gorengan dan akhirnya kesulitan teratasi dan dari tempat kosan yang kecil dia memulai usaha pempeknya dan mulai membangun gerobaknya.
Pada awal Solihin berdagang dia kesulitan tentang lokasi dagangnya dia sampai-sampai nyasar disuatu tempat yang asing baginya dan pada akhirnya keajaiban datang disitu lah dia dia menemukan ide tuk membuka sebuah tempat netap karna pada dia nyasar dengan dagangan masih banyak nah disitulah tempat berkumpulnya anak-anak komunitas.
Setelah pempeknya laku ditempat itu solihin mulai ingin membuat gerobak baru untuk memperluas lokasi bisnis dagangnya diJakarta dan kesusahan melanda solihin dengan upaya untuk mencari pegawai baru untuk menjalankan usaha pempeknya dengan gerobak barunya itu.
Tidak kesengajaan terjadi ada seseorang menghampiri dia meminta bantuan agar dia mau memperkerjakannya di tempat pempeknya itu tetapi solihin menolaknya dan menawarkan dia mau membawa gerobak pempeknya dengan syarat tinggal bersamanya di kosannya itu.
Dan orang itu menolaknya akan tetapi dia punya tempat tinggal dan tidak mau tinggal bersama solihin, selang waktu pembicaraannya yang lama solihin akhirnya meminta untuk diantarkan kerumahnya untuk melihat rumahnya, ternyata rumahnya tempatnya cukup memadai dan akhirnya dia membuka pempek ditempat tersebut.
Setelah kurun waktu 2 tahun dia dia sudah bisa mempunyai 17 gerobak dan sudah mulai memikirkan ingin mempunyai tempat tinggal dan menambah relasi baru seperti menerima pesanan Catering.
Berbagai kendala sudah dia hadapi masalah juga terselesaikan,tetapi tingkat kemauan dan ke gigihannya yang tidak akan pudar,”kata solihin.

Bisnis Kue Online

Kisah Sukses Vita dengan Bisnis Kue Online

Kisah Sukses Vita dengan Bisnis Kue OnlineTulisan kali ini akan melirik ke salah satu pengusaha kue, Ir. Anastasia Novita. Vita, begitu ia akrab disapa, adalah pengusaha kue yang sukses!  Sarjana lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini memulai usaha rumahan membuat aneka kue ketika berhenti bekerja dari sebuah perusahaan pada 2004 silam. Mulanya ia bingung  apa yang mau  dikerjakan, karena terbiasa sibuk ketika di kantor. Akhirnya, Vita menyalurkan hobi lamanya untuk mengisi waktu dengan membuat beragam kue.
Mula-mula, kue bikinannya dibagi-bagi ke tetangga atau dijadikan hantaran dan oleh-oleh ketika berkunjung ke rumah kerabat atau temannya. Ndilalah, responnya luar biasa. Mereka mengatakan kue-kue bikinannya enak dan lezat.
Seiring berjalannya waktu, terpikir oleh Vita untuk menjadikan hobinya ini sebuah usaha yang nantinya akan mendatangkan keuntungan. Akhirnya, dengan dibantu kerabat dekat maupun tetangga di sekitar rumah Vita, dimulailah usaha produksi aneka kue maupun edible image (kertas lapisan untuk kue tart yang biasanya ditempeli foto maupun gambar yang bisa dimakan).
Usaha kue-kuenya itu ia pasarkan secara online. Sambutannya luar biasa, pesanan berdatangan dari daerah Jabotabek dan Serang. Walau tidak memiliki toko secara fisik, pesanannya tidak kalah banyaknya dengan toko betulan, malahan ia sampai kewalahan karena pesanan datang pula dari luar Jabotabek.
Bisnis Kue Online“Jika ada pesanan dari luar kota, misalnya Pontianak, biasanya saya merekomendasikan mantan teman kursus bikin kuenya yang tinggal di Pontianak untuk  memenuhi permintaan  tersebut. Bagi-bagi rezekilah, kan semua rezeki udah ada yang ngatur dan saya tidak pernah merasa tersaingi malahan menjadikan mereka itu sebagai mitra,” ujar Vita mantap.
Bisnis kue ini, aku Vita tidak terpengaruh oleh datangnya krisis global. Malahan pesanan yang datang semakin banyak saja. Bisnis yang menyangkut urusan perut memang tidak ada matinya.
Menurut Vita, industri kue-kue ini sangat menjanjikan. Pesanan tidak hanya datang untuk acara ulang tahun saja, banyak acara lain yang umumnya menjadikan kue sebagai kudapannya. Misalnya acara syukuran kelahiran, kenaikan kelas, pernikahan maupun sebagai sarana kampanye parpol seperti sekarang ini. malah, biasanya, untuk memenuhi permintaan event-event seperti itu Vita kelabakan melayani pemesanan.
Ketika ditanya modal awal memulai usahanya, Vita mengaku hanya memulai dengan 500 ribu rupiah saja. “Modal ini kecil karena saya tidak menyewa kios maupun menggaji karyawan, melainkan untuk membeli peralatan pembikinan kue seperti mixer dan oven,” katanya.
Kalaupun ada kendala, menurut Vita adalah minimnya SDM yang dimiliki. “Sampai saat ini belum ada SDM yang bisa saya andalkan untuk usaha saya,” pungkasnya.
Sumber : portalinvestasi.com.

Keripik Kulit Pisang

Kisah Sukses Wati dengan Keripik Kulit Pisang

Kisah Sukses Wati dengan Keripik Kulit PisangUsaha Kecil menarik dari seorang wanita bernama Wati. Kemunduran ekonomi yang sedang ia alami sejak suaminya di PHK di sebuah perusahaan swasta. Saat itu ia berniat membuka warung di depan rumahnya. Tapi pada kenyataannya untuk membuka warung saja butuh modal yang tak sedikit. Berkali-kali mengajuan pingjaman ke bank tidak diterima, tak ada barang yang bisa dijadikan agunan. Hendak pinjam ke rentenir, bunganya sangat tinggi. Untuk membayar bunganya saja ia belum tentu mampu.
Dalam keadaan seperti ini, Wati sering merenung di depan rumahnya. Suasana di pagi itu nampak sepi, suaminya sedang keluar untuk mencari kerja serabutan di pasar. Suatu ketika ia sedang melihat anaknya yang sedang asik memakan buah pisang. Ketika selesai makan pisang, kulit pisang dilempar ke teras halaman rumahnya.
Ketika Wati melihat tingkah sang anak, ia memarahi anaknya, “Nak, buanglah kulit pisang itu pada di tempat sampah!” Dari kejadian tersebut nampaknya ia terinpirasi dan lalu timbul pertanyaan pada diri sendiri. Ia lalu memungut kulit pisang tadi, tak dibuang ke tempat sampah tapi malahan ia bawa ke dalam rumah.
Keripik-Kulit-PisangPada hari itu pula ia langsung beranjak untuk mencari referensi mengenai pisang dan kulitnya. Keesokan harinya ia mulai persiapkan segala sesuatunya untuk mengolah kulit pisang untuk dijadikan peluang untuk bisnis. Dengan modal pinjaman tak lebih dari Rp.100 ribu, ia belikan bahan-bahan yang dibutuhkan. Misalnya bahan-bahan seperti: kulit pisang, alat kapur, garam, gula dan tepung.
Wati pun mulai mengolah bahan-bahan dari kulit pisang tersebut.
  • Langkah awal, kulit pisang dicuci hingga bersih.
  • Lalu, membuat larutan kapur dengan mencampur setengah sendok teh kapur dalam 1 liter air. Kulit pisang itu lalu direndam dalam air kapur, lamanya kurang lebih 20 menit.
  • Larutkan garam ke dalam air, sebanyak satu sendok teh. Terus, rendam kulit pisang ke dalam larutan garam, lamanya kurang lebih 20 menit.
  • Selanjutnya larutkan gula ke dalam air, sebanyak tiga sendok teh. Rendam kulit pisang ke dalam larutan gula, lamanya kurang lebih 20 menit
  • Setelah selesai, jemur kulit pisang selama 8 jam,
  • Sesudah kering, goreng kulit pisang hingga kuning kecokelatan.
  • Keripik kulit pisang pun siap dikemas dan kemudian dijual.
Manfaat Kulit Pisang, Seperti yang kita tahu pisang merupakan buah yang banyak mengandung vitamin C, A, mineral, serat juga terdapat kandungan gizi lain yang banyak manfaatnya untuk tubuh. Namun belum banyak yang tahu bahwa kulit pisang juga bisa menjadi masakan yang lezat.
Melihat kisah tersebut, dapatlah kita ambil pelajaran, bahwa dalam berwirausaha diperlukan kreativitas dan juga kemauan untuk mencoba. Inspirasi bisa datang dari mana saja, tak terkeculai dari hal sepele seperti kisah di atas. Selamat… mencari inspirasi Contoh Usaha Kecil  yang lain, Semoga Sukses.
Sumber : usahakecilmodalkecil.com.

Singkong Crispy

Kisah Sukses Aceng Kodir dengan Bisnis Singkong Crispy

Kisah Sukses Aceng Kodir dengan Bisnis Singkong CrispySatu lagi pengusaha suskses yang memaksimalkan potensi di lingkungan sekitarnya yang notabene banyak orang menganggap remeh, yaitu singkong. Nama pengusaha tersebut adalah Aceng, tapi ini Aceng kodir yang mempunyai Rumah Crispy sebagai tempat mengolah singkong/ubi kayu menjadi singkong crispy. Simak kisahnya di bawah ini, semoga menginspirasi.
Kalau Aceng yang ini bukan nama Bupati Garut yang sedang bermasalah. Aceng yang ini adalah profil pekerja keras yang berjuang dari bawah dan akhirnya sukses dalam wirausaha di bisnis ubi kayu atau singkong. Aceng Kodir menganggap singkong adalah jalan hidupnya. Jika dahulu singkong hanya dikenal sebagai makanan orang kampung, tidak demikian saat ini. Beragam makanan olahan berbahan dasar singkong justru disukai orang kota yang modern.
Seperti makanan olahan berbahan singkong yang diciptakan Aceng Kodir, warga Gang Pancatengah I, Batujajar Kabupaten Bandung Barat. Makanan olahan yang dia namai crispy singkong dan crispy konghui itu laku keras di pasaran. Bahkan, pria 42 tahun itu mampu meraup omzet tak kurang dari Rp 3 juta per hari dari penjualan kedua jenis makanan tersebut. Crispy singkong dan crispy konghui buatan Aceng merupakan makanan ringan. Crispy singkong berbahan dasar singkong, sementara crispy konghui merupakan perpaduan antara singkong dan hui (ubi, dalam bahasa Indonesia). Ubi yang dipilih adalah ubi berwarna ungu.
Rumah Crispy AcengDitemui dalam acara UKM di Kampus Unpad, Jalan Dipati Ukur, Bandung, pekan lalu, Aceng menuturkan jika bisnisnya sudah dimulai sejak tiga tahun lalu. Ketika itu, dia merasa prihatin terhadap petani singkong yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Meski bertahun-tahun menanam singkong, petani tidak pernah menikmati hasilnya lantaran harga jual singkong sangat murah, tak lebih dari Rp 400 per kilogram.
Saya berpikir bagaimana agar petani singkong tidak terpuruk, dan yang paling penting adalah agar mereka tetap semangat menanam singkong karena singkongnya terjual dengan harga wajar,” ujar Aceng. Aceng pun memutar otak. Tercetuslah ide membuat singkong crispy. Dengan modal Rp 200.000, ia membeli beberapa kilogram singkong dari tetangga. Tak ketinggalan, bahan untuk singkong crispy pun dibelinya, termasuk minyak goreng. Sementara alat untuk mengepres adonan singkong agar benar-benar tipis, digunakan alat pembuatan molen.
Aceng mengaku, ketika pertama kali membuat crispy singkong, dia tidak langsung menjualnya. Dia tawarkan produk buatannya itu kepada tetangga, dan belakangan ke Ketua RT, RW, Kepala Desa, Camat, sampai Bupati. Dari situlah, produknya dikenal dan disukai banyak orang. Akhirnya Aceng pun menjual crispy singkong buatannya.
Setelah Crispy Singkong banyak yang minat, Aceng membuat Crispy Konghui. Penganan tersebut terbuat dari singkong dan ubi ungu. Ubi didapatnya dari daerah Jawa Timur, namun belakangan dirinya membudidayakan ubi ungu di kampungnya.
Kedua makanan ringan buatan Aceng diterima pasar dengan baik. Bahkan pasarnya adalah wisatawan dalam maupun luar negeri. Kedua camilan itu pun dijual di Kartikasari dan Circle K. Sebungkus crispy singkong dijual Rp 19.000, sedangkan crispy konghui dibanderol Rp 20.000. Satu bungkus isi bersih 250 gram.
Sehari, Aceng bisa membuat 250 bungkus crispy singkong dan crispy konghui. Dia menjualnya Rp 12.500 per bungkus ke reseller, atau jika dihitung omzetnya Rp 3 juta per hari. Untuk peralatan, Aceng mengaku tidak kesulitan. Demikian pula bahan baku dan tenaga perajin. Areal perkebunan singkong terhampar luas di daerahnya. Aceng membeli singkong dari petani Rp 1.000 per kilogram. Sementara sejumlah tetangga menjadi pekerja pembuatan crispy singkong dan konghui buatannya, di rumah produksi bernama Rumah Crispy.
Sumber : bisniskeuangan.kompas.com.

Keripik Karuhun

Kisah Sukses Yana Berbisnis Keripik Karuhun

Kisah Sukses Yana Berbisnis Keripik KaruhunKarena selalu memikirkan masa depan keluarganya yang tak jelas karena keterbatasan ekonomi, Yana Hawiarifin terpaksa putar otak untuk dapat membantu mereka. Sempat jaya dalam bisnis properti tahun 1994, omzet properti secara mendadak anjlok saat krisis ekonomi 1997-1999. Kejadian ini membuat Yana terpaksa meninggalkan bisnis properti.
Setelah diskusi dengan salah seorang keponakannya, lahirlah ide untuk menjual keripik pedas. “Tapi saya pikir harus ada pembeda karena yang jual keripik sudah banyak sekali. Setelah pikir sana-sini kami putuskan bahwa Keripik Karuhun identik dengan renyah dan aroma daun jeruk,” jelas Yana saat menceritakan kisah lahirnya keripik Karuhun kepada mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta, Depok, Jawa Barat, kemarin.
Yana mengaku pada awalnya sulit untuk memperkenalkan Keripik karuhun kepada masyarakat luas. Awalnya Ia menggunakan sanak saudaranya untuk memperkenalkan produknya ke semua teman-teman.
“Saya suruh keponakan-keponakan untuk bawa keripik ke sekolah, bagi-bagi saja ke teman mereka. Tujuannya untuk mengetes pasar,” ungkapnya.
Setelah itu ia menggunakan mobilnya yang ditempeli stiker keripik Karuhun berputar-putar keliling Bandung tanpa arah. “Supir sampai bingung mau ngapain sebenarnya, tapi saya bilang jalan saja pokoknya,” tambah Yana.
Setelah seminggu berputar-putar tanpa arah akhirnya Yana menentukan titik-titik jualan di Bandung. Namun setelah dua minggu Keripik Karuhun dijajakan di titik-titik yang telah ditentukan, tim penjualan Yana stres. Dua minggu pertama rata-rata penjualan tiap orang hanya 5-6 bungkus. Jika digabungkan penjualan keseluruhan keripik Karuhun hanya 32 bungkus.
“Saat-saat kritis inilah mental seorang pengusaha diuji. Pilihannya hanya dua, mau lanjut atau alih haluan ke bisnis lain. Dan saya pilih lanjut, saya yakinkan mereka bahwa produk kita unik dan pasti akan besar,” ujar pria yang memberdayakan semua keponakannya saat pertama kali menjual keripik Karuhun.
Dengan mental pemenang itu, akhirnya keripik Karuhun semakin kesohor di masyarakat. Saat ini penjualan per hari keripik Karuhun dapat mencapai 20 ribu bungkus dengan omzet per bulan mencapai puluhan juta rupiah.
Kesuksesan ini tak lepas dari kreatifitas strategi marketing Yana. Dengan sistem penjualan langsung yang mengadopsi sistem multilevel marketing, Yana memberdayakan mahasiswa dan kaum muda lainnya untuk ikut berjualan.
Dalam seminar “Entrepreneur In Action, Road to Success Entrepreneur” ini Yana juga menuturkan bahwa tiap pengusaha harus punya mimpi, ide-ide, dan aksi. Tanpa mimpi semuanya akan sia-sia karena kita tidak bisa berbuat apa-apa.
“Mengenai ide, tidak perlu repot mencari ide baru, lihat saja sekeliling kita. Nah masalahnya mampu tidak ide tersebut kita lakukan,” ujar pria yang biasa dipanggil Abah ini.
Selain itu, Yana pun berpesan kepada para mahasiswa yang ingin serius di dunia entrepreneurship agar konsisten dalam tiap bisnis yang dijalankan. Kuncinya adalah evaluasi dan inovasi.
“Masa awal itu merupakan masa kritis, tapi jangan kemudian meninggalkan begitu saja usaha yang kita bangun. Yakinkan diri kita bahwa kita bisa sukses dengan bisnis ini,” nasihat pria kelahiran 6 Agustus 1968 ini.

Egg Roll Ubi Ungu

Kisah Sukses Luthfi Yuniarto dengan Bisnis ‘Egg Roll’ Ubi Ungu

Kisah Sukses Luthfi Yuniarto dengan Bisnis 'Egg Roll' Ubi UnguGara-gara uang kiriman sering tersendat, ketika masih kuliah di IAIN Sunan Kalijaga, Muhammad Luthfi Yuniarto (39) harus pontang panting mencari uang. Di pilihnya sektor kerajinan. Pertimbangannya, modal ringan, prospek pasar saat itu bagus. Tahun 1996, Luthfi menjadi perajin bubut kayu.
Perlahan, usahanya berkembang. Menembus beberapa supermarket besar. Sayang, di tengah usaha yang sedang mekar, 1998 terjadi kerusuhan besar di Solo. Beberapa supermarket di Solo dibakar massa ketika terjadi demonstrasi reformasi.
Padahal, sebagian besar dgangan Luthfi beredar dipusat-pusat perbelanjaan Solo. “Kerugian lumayan besar, karena hampir semua produk saya konsentrasikan di Solo, ungkap Lutfi.
Peristiwa itu nyaris membuat pria asli Cepu ini frustasi. Rasa tanggung jawab menafkahi keluarga membuatnya bangkit lagi. Suami dari Almuna Fasah Asyarifah (Ifah), bangkit dan kembali memilih barang kerajinan.
Dia memproduksi kain tenun ATM dipadu batik. Inovasinya itu menarik konsumen. Order semakin membanjir di rumahnya, Bedukan Pleret Bantul. Lagi-lagi nasib berkata lain. Saat usahanya sedang tumbuh, gempa besar menghantam Bantul, mei 2006. Usahanya berantakan. Aset dan alat-alat produknya hancur.
Musibah besar itu tak lantas membuatnya patang semangat. Apapun yang terjadi, roda perekonomian keluarga harus jalan. Setelah melakukan sederetan pengamatan pasar, diputuskan alih haluan. Bisnis kuliner, membuat cake dan brownies. Ternyata Lutfi memang bertangan dingin, buktinya sejak tahun 2007 buka usaha sebagai bentuk aksi bangkit pasca gempa. Kini usahanya berkembang pesat.
“Istri saya paling rajin mengumpulkan resep. Mungkin ada ribuan resep makanan yang disimpannya. Nah, untuk memulai usaha kuliner kita buka semua resep itu. Dan kita temukan beberapa yang bisa dicobakan. Jadilah kita bermain di roti basah untuk harian dan roti kering ketika menjelang Idul Fitri,” ungkap Lutfi yang ditemani Ifah.
Apalagi setelah menemukan formula bernama “egg roll” ubi ungu 6 bulan silam. Cemilan ini lantas menjadi produk andalan mereka yang diberi brand Shasa.
Proses penemuan resep tersebut melalui serangkaian ujicoba. Butuh waktu selama seminggu dan biaya tidak sedikut untuk mendapatkan resep istimewa ini. Kalau egg roll yang biasa disebut roti semprong itu pada umumnya berbahan terigu dan tepung sagu. Tapi Lutfi dan Ifah menggunakan ubi ungu. Jadi, warnanya juga berbeda.
Roti semprong buatan Luthfi dominan rasa ubi ungunya. Demikian pula tekstur ubi, sangat terlihat. Sehingga cemilan ini mengandung banyak nutrisi dan baik untuk kesehatan.
“Ada ide, bikin makanan khas Yogya yang belum ada di pasaran. Kami mencoba dengan ubi ungu. Ternyata, membuat semprong dari ubi ungu sangat sulit. Formulanya baru ketemu setelah seminggu penuh melakukan eksperimen,” katanya. Untuk meyakinkan kalau egg roll ubi ungu ini murni kreasi mereka, Luthfi pernah menjelajahi dunia maya. Mencari egg roll ubi ungu. Ternyata belum ada datanya.
Setelah yakin itu murni inovasinya, lalu mereka berani mempublikasikan dan memproduksi secara besar-besaran. Kini dengan dibantu oleh 14 orang karyawan setiap harinya, mereka mampu memproduksi sebanyak 300 pack “egg roll” ubi ungu dengan omset setiap bulannya Rp. 80 juta.
“Meskipun pasaran sudah mapan, tapi kami tidak meninggalkan roti basah dan roti kering. Setiap kali ada pesanan, kami siap melayani. Dan ternyata permintaan pesanan roti semacam itu tetap saja ada,” ungkap Ifah yang menjadi koki utama dlaam pembuatan adonan egg roll ubi ungu.
Meskipun produk egg roll ubi ungu baru melangkah enam bulan, tetapi permintaan pasar begitu besar. Meskipun tidak melakukan cara pemasaran yang canggih, hanya melalui dari mulut ke mulut (gethok tular) ternyata egg roll ubi ungu mampu menembus pasar hingga beberapa kota besar di Jawa, seperti Jakarta, bandung, Bogor, Surabaya, Solo, Purwokerto bahkan sampai ke Lombok, Bontang, Samarinda dan Bali.
Untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin besar, dibutuhkan ubi ungu yang lebih banyak lagi. Padahal, ubi ungu termausk umbiang langka dan tidak di setiap tempat bisa tumbuh dengan baik. Maka untuk memenuhi kebutuhan ubi ungu, Lutfi mengaku sudah melakukan upaya kerjasama dengan beberapa petani di Bantul melalui dinas pertanian.
Selama ini pasokan ubi ungu didatangkan dari Tawangmangu. Tapi itu masih terasa kurang bahkan untuk mendapatkan ubi ungu, Lutfi pun melakukan hunting ke pasar ketela di Karangkajen.
Soal reesep istimewanya itu, Lutfi mengaku tidak dijadikan rahasia perusahaan. Sebab untuk membuat adonan yang dilakukan oleh Ifah istrinya, boleh dilihat dan bahkan beberapa karyawannya sudah bisa melakukannya. Menurutnya dengan memberikan resep secara terbuka artinya merupakan bagian dari upaya pencerdasan dan membuka peluang lahirnya pelaku usaha baru.

Rocket Chicken

Kisah Sukses Nurul Atik dengan Bisnis Rocket Chicken

Kisah Sukses Nurul Atik dengan Bisnis Rocket ChickenJiwa wirausaha tidak bisa dipisahkan dengan sosok Nurul Atik. Walau sudah berada pada posisi yang nyaman di sebuah restoran cepat saji, Nurul memutuskan membuka usaha dengan mereknya sendiri, Rocket Chicken. Cuma butuh waktu setahun, restoran yang menjual ayam fried chicken ini sudah mengembang sampai 83 mitra.
Dengan gaji yang pas-pasan yang ia terima ketika menjadi cleaning service membuat Nurul Atik harus memutar otak agar ia bisa memenuhi kebutuhan saban bulannya. Tak jarang, ia harus meminjam uang dari rekan kerjanya di California Fried Chicken (CFC). Ia juga kerap meminta tambahan uang ke orang tuanya.
Untuk menghemat biaya hidup, Nurul pun harus mencari tempat kos yang jaraknya sekitar lima kilometer dari tempatnya bekerja. Tak jarang dengan alasan pengiritan, ia memilih berjalan kaki sampai satu kilometer. “Kalau sudah lelah, saya baru naik angkot,” ujarnya mengenang.
Kamar kos Nurul juga tak kalah memprihatinkan. Dengan luas 3X3 meter, kamar sewaan itu tak dilengkapi dengan kasur dan perabot lainnya. Kondisi seperti itu dilakoni Nurul kurang lebih selama lima bulan, sampai ia mendapat mess dari kantornya.
Seiring karier yang terus menanjak serta kondisi ekonomi yang terus membaik, pada usia 29 tahun, Nurul pun memutuskan menikah dengan Emy Setiawati, seorang karyawan di sebuah swalayan di Yogyakarta yang baru dipacarinya dua bulan. “Saat itu, saya sudah menjadi manager di CFC Yogya,” ujar Nurul.
Meski begitu, gaji yang diterima Nurul tak mampu memenuhi kebutuhan selama satu bulan. Apalagi menyusul kemudian pasangan Nurul dan Emy dikarunia momongan. Makanya, setelah melahirkan anak pertama mereka, Emy membantu perekonommian keluarga dengan membuka usaha roti.
Meski posisinya cukup baik di tempat kerjanya, keinginan Nurul untuk membuka usaha sendiri rupanya tak pernah padam. Puncaknya terjadi ketika krisis keuangan melanda Tanah Air tahun 1998, Nurul memutuskan keluar dan membuat usaha sendiri.
Nurul merasa waktu 10 tahun bekerja sudah cukup untuk berguru di restoran cepat saji Amerika Serikat itu. “Saya mantap keluar karena ingin mandiri,” ujarnya.
Pada saat yang sama, seorang kawan mengajak Nurul membuat restoran makanan cepat saji yang mengusung ayam goreng (fried chicken). Ide tersebut muncul karena pada waktu itu membuka restoran cepat saji atau fast food menjadi tren di kalangan masyarakat.
Berbekal pengalamannya, Nurul mantap menerima ajakan temannya. Ia kemudian bertindak sebagai pengembang bisnis, sementara temannya mengurusi permodalan.
Usaha keras mereka membawa hasil. Bisnis mereka cepat mengembang. Saat ini, Nurul telah memiliki 86 cabang.
Seiring berjalannya waktu, lelaki kelahiran Jepara, 25 Juni 1966 ini kembali merasa gelisah. Ia tergelitik mengibarkan bendera usaha dengan membuat restoran fried chicken sendiri. Kali ini dengan potensi pasar yang berbeda dengan usaha sebelumnya yang menyasar pasar menengah atas.
Pilihannya jatuh ke pasar menengah bawah. Selain pasarnya lebih besar, segmen tersebut juga belum tersentuh restoran fast food lokal maupun asing. Pada 21 Februari 2010, Nurul lantas mendirikan usaha sendiri dengan nama Rocket Chicken di Jalan Wolter Monginsidi, Semarang.
Perkembangan bisnisnya ini di luar perkiraan Nurul. Antusias masyarakat menyambut bisnis makanan cepat sajinya sangat cujup menggembirakan. Baru setahun berjalan, Nurul memiliki 83 mitra. Dengan sistem waralaba, Nurul mengembangkan bisnisnya tampa mengeluarkan modal uang sepeser pun. “Semuanya hanya didasarkan pada kepercayaan saja,” ujarnya.
Beruntung, kebanyakan mitranya adalah orang-orang yang mengenal dan tahu sosok Nurul yang telah berpengalaman dalam bisnis ayam krispi ini. “Saya cuma jual nama saja, outlet awalnya tak punya,” tandas Nurul.
Bersama mitranya, ayah tiga anak ini hanya menekankan agar menjalankan bisnis dengan kerja keras, tekun serta jujur. Bila itu menjadi landasan, Nurul yakni bahwa usaha mereka akan membawa amanah. Tak cuma bagi karyawan, tapi juga pemilik usaha franchise ayam krispi Rocket Chicken.

Singkong Keju Meletus

Kisah Sukses Ari Prasetyo dengan Bisnis Singkong Keju Meletus

Kisah Sukses Ari Prasetyo dengan Bisnis Singkong Keju MeletusPernah mendengar lagu era 80-an berjudul Anak Singkong? Dulu orang memang suka mengontraskan singkong dan keju. Singkong identik dengan kemiskinan, sedangkan keju melekat pada si kaya. Ternyata, kini, singkong dan keju bernasib sama: menyatu dalam camilan singkong keju.
Bahkan, saking larisnya, perpaduan keduanya mendatangkan rezeki yang mengalir deras bagi para penjualnya. Ari Prasetyo, salah satunya. Dia salah seorang pebisnis skala kecil yang menekuni usaha ini. Di tangannya, singkong dan keju menjadi makanan camilan tradisional yang membuat lidah pelanggan ketagihan. Penggemarnya datang dari berbagai kalangan, mulai kelas kaki lima hingga orang kantoran.
Ari menamakan produknya Singkong Keju Meletus. Kok bisa? Tak ada filosofi yang mendasarinya. Cuma, kata Ari, pada 2005 silam, ketika dia baru menjalani bisnis ini, di Bandung, Jawa Barat, Gunung Merapi tengah meletus. Jadilah nama usahanya seperti itu. Awalnya, dia mengikuti jejak sukses sang kakak yang terlebih dulu menjalani usaha ini. “Ide sebenarnya berawal dari usaha kakak yang baru tiga bulan buka namun langsung mendapat sambutan yang baik dari pembeli,” paparnya, kemarin.
Tergiur melihat keberhasilan usaha sang kakak, motivasi usaha Ari bangkit. Dia kemudian berguru pada sang kakak selama satu bulan. “Sekalipun saudara, soal bumbu dan cita rasanya sangat rahasia dan tidak terbuka,” tandasnya.
Kisah Sukses Ari Prasetyo  Bisnis Singkong Keju MeletusSetelah cukup ilmu, Ari lantas membuka usaha sendiri. Modal awalnya cuma Rp 2 juta. Kini, jangan mengernyitkan dahi keheranan kalau Ari mengaku omsetnya mencapai Rp 30 juta hingga Rp 50 juta per bulan. “Kini saya tinggal menikmati manisnya saja,” katanya.
Awalnya memang tak mudah memasarkan singkong keju. Pelanggan masih menganggapnya sekadar singkong goreng biasa. Bahkan hanya untuk memasarkan, ia sempat menyebarkan brosur ke tempat keramaian. Namun, kini, masyarakat mulai memburu. Bahkan, di saat week-end, pembeli dari Jakarta memburu singkong keju buatannya ke Bandung.
Dalam dua hari, Ari menghabiskan 700 kg singkong dan 3,5 kg keju kraf. Bahkan, suatu saat dia pernah menghabiskan 17 kuintal singkong per hari sehingga kewalahan melayani tamu. Ari menjual singkong buatannya dalam dua kategori. Harga singkong dalam boks ukuran kecil, Rp 7.000. Sedang kan harga singkong keju dalam boks besar Rp 10.000.
Ari mengaku, untuk menjalankan usaha ini relatif gampang. Soalnya, dari segi tempat tak memerlukan lokasi yang mewah. Di kaki lima pun pelanggan memburu. “Pembeli dari berbagai kalangan bisa menikmati camilan gurih yang khas ini,” tandasnya.
Bisnis Singkong Keju MeletusSecara fisik, sebetulnya tidak ada yang istimewa singkong buatan Ari dengan singkong goreng lainnya, kecuali warnanya yang lebih kuning dan serpihan singkongnya hancur ketika digoreng. Tapi, soal rasa, singkong keju bikinannya jauh lebih nikmat ketimbang singkong biasa. Keju, itulah kunci kenikmatan Singkong Keju Meletus.
Cara membuatnya juga relatif gampang. Terlebih dulu singkong digoreng setengah matang. Setelah itu, singkong direndam dalam cairan keju selama kira-kira dua menit. Diamkan beberapa menit agar bumbu meresap. Pada tahap akhir, singkong setengah matang berlumur keju tersebut kembali digoreng untuk kedua kalinya.
Cara pembuatan yang gampang namun penikmatnya yang berjubel inilah yang membuat singkong keju kini banyak tersebar di kota-kota besar lainnya. Termasuk Jakarta. Dedi salah satunya. Baru tiga bulan lalu Dedi menekuni bisnis singkong keju di kawasan Palmerah, Jakarta Barat. Namun pelanggannya sudah banyak, rata-rata dari orang kantoran.
Dedi merancang produk singkong keju dengan topping coklat, meses, atau susu. “Selain empuk didalam dan gurih diluar, tampilan jadi lebih ramai,” katanya. Proses pembuatannya sama dengan Ari Prasetyo.
Dedi membanderol harga singkong buatannya Rp 5.000 ukuran kecil dan Rp 7.000 ukuran besar. Dalam sehari, Dedi menghabiskan dua kuintal singkong yang diambil dari Sukabumi dan tiga kilogram keju.
Mengawali usaha yang hanya bermodalkan sebesar Rp 6 juta untuk pembelian gerobak dan berikut alat masaknya, dalam tiga bulan modal sudah balik. Keuntungan per hari mencapai Rp 500.000 hingga Rp 1 juta. “Lumayan, baru buka usaha sudah mendapat sambutan baik dari masyarakat,” tandasnya.

Inspirasi Sukses Usaha : Kue & Makanan-Brownies Amanda

Kisah Sukses Brownies Kukus Amanda

Kisah Sukses Brownies Kukus AmandaSukses menjalankan Bisnis Rumahan sama seperti bisnis lainnya, membutuhkan kunci sukses yang semuanya diawali dari dalam diri kita. Seperti kunci sukses dibawah ini yang saya rangkum dari Kisah Sukses Bisnis Rumahan Brownies Kukus Amanda :
1. Passion
Kita harus memiliki minat dan hasrat yang besar terhadap bisnis yang kita akan tekuni. Passion merubah kegiatan bisnis menjadi hobi atau semi hobi. Kita tidak akan merasa terbebani.
2. Ketekunan atau Persistensi
Ini merupakan ciri utama orang sukses. Pantang menyerah dan terus berusaha hingga berhasil meraih sukses.
3. Inovasi
Tidak ada produk superior yang akan bertahan lama. Semuanya akan mengalami siklus penurunan. Itulah mengapa ada konsep product life cycle dalam manajemen. Inovasi akan menyelamatkan bisnis Anda ditengah persaingan bisnis yang ketat dan memperlambat konsekuensi dari product life cycle.
4. Daya ungkit
Sebuah pengungkit memudahkan kita mengangkat barang. Dalam bisnis, kita harus berhati-hati dalam menggunakannya. Daya ungkit akan mempercepat kesuksesan atau mempercepat kebangkrutan.
4 kunci sukses bisnis rumahan tersebut tercermin dari Kisah Sukses Bisnis Rumahan: Brownies Kukus Amanda dibawah ini. Anda bisa langsung menuju sumber artikel ini dengan mengklik link dibawah artikel ini. Selamat membaca.
Kelezatan Brownies kukus ternyata tidak hanya berhasil memikat lidah masyarakat luas, makanan ini ternyata juga memberikan sejarah penting bagi Hj. Sumiwiludjeng dan suaminya H. Sjukur Bc.AP dalam mengawali kisah sukses menjalankan bisnis rumahan.
Sukses Brownies Kukus AmandaTentu Anda sudah tidak asing lagi bila mendengar produk brownies kukus dengan merek “Amanda”. Produk yang dulu dikenal sebagai oleh-oleh khas Bandung ini, sekarang gerai dan tokonya sudah bisa diperoleh di kota-kota besar lainnya seperti Yogyakarta, Surabaya dan Medan. Namun siapa sangka bila kesuksesan Amanda yang kini telah berhasil membuka gerai di berbagai kota sampai memiliki pabrik kue, berasal dari bisnis rumahan yang dulunya hanya dikerjakan Sumi dan dibantu anggota keluarganya.
Mengawali bisnis sesuai dengan minat dan bakat, memang merupakan alternatif tepat untuk bisa sukses menjalankan sebuah bisnis. Bermodalkan kemampuan memasak yang didapatkan Sumi ketika mengenyam Pendidikan Kesejahteraan dan Keluarga di IKIP Jakarta, Ia menjalankan bisnis katering rumahan dengan menerima pesanan kue dan makanan untuk acara-acara tertentu.
Di akhir tahun 1999 Sumi mencoba resep kue bolu kukus yang didapatkan dari salah seorang saudaranya. Ia mencoba resep tersebut hingga berulang-ulang, sampai akhirnya menemukan takaran yang pas untuk bolu kukus tersebut. Dibantu oleh putra sulungnya Joko Ervianto beserta istrinya (Atin), Sumi menawarkan bolu kukus cokelat tersebut sebagai salah satu menu di katering mereka. Berkat kelezatan dan cita rasa bolu kukus cokelat yang unik, produk tersebut dengan mudahnya diminati para konsumen.
Melihat permintaan pasar akan produk tersebut sangatlah bagus, pada tahun 2000 keluarga Sumi memutuskan untuk membuka usaha brownies kukus dengan menggunakan merek Amanda. Nama tersebut merupakan singkatan dari Anak Mantu Damai, yang artinya mengharapkan anak dan menantu bisa selalu hidup rukun dan damai.
Langkah Awal memasarkan brownies kukus Amanda ternyata tidak semulus yang dibayangkan Sumi beserta anak dan mantunya, kios usaha yang dibuka di komplek pertokoan Metro Bandung harus tergusur setelah pertokoan tersebut terbakar. Hingga akhirnya mereka memindah usaha kue tersebut dengan menyewa tempat di kawasan Jl. Tata Surya Bandung. Cobaan tersebut tidak menyurutkan tekad mereka untuk tetap menjalankan bisnis brownies kukus, dengan lokasi usaha yang baru mereka juga merasa tertantang untuk bisa mendapatkan pelanggan baru.
Brownies Kukus AmandaMerintis usaha kembali di tempat baru, ternyata memberikan keuntungan tersendiri bagi Amanda. Tak sulit bagi mereka untuk mendapatkan konsumen baru, bahkan minat konsumen semakin meningkat setelah mereka pindah di lokasi baru. Brownies yang diproduksi setiap harinya selalu habis dibeli konsumen, dan tak jarang banyak konsumen yang harus kecewa karena brownies kukus yang ingin dibelinya sudah habis terjual.
Seiring dengan permintaan pasar yang semakin tinggi, membuat tempat usaha yang mereka tempati sudah tidak memenuhi kapasitas produksi. Tahun 2002 Sumi dan keluarganya berpindah lagi ke lokasi usaha baru di Jl. Rancabolang Bandung. Mengulangi kesuksesan di tahun sebelumnya, dari lokasi yang baru kesuksesan brownies kukus Amanda menunjukan kemajuan yang luar biasa. Lokasi yang strategis dan didukung dengan cita rasa brownies kukus yang lezat, mengantarkan bisnis yang dulunya hanya dikerjakan di rumah kini menjadi industri kue yang sangat sukses. Dan pada tahun 2004, merek brownies kukus Amanda resmi dipatenkan menjadi brand produk kue buatan Sumi dan keluarganya.
Dibantu para menantu dan ketiga putranya Joko Ervianto, Andi Darmansyah, dan Sugeng Cahyono, kini brownies kukus Amanda sudah memiliki puluhan cabang yang tersebar di berbagai kota. Dengan menawarkan lebih dari dua puluh varian produk, saat ini penjualan produk Amanda bisa mencapai ribuan kotak untuk setiap harinya di masing-masing cabang. Anda bisa bayangkan bukan, berapa besar keuntungan yang diperoleh keluarga Sumi setiap bulannya?
Semoga artikel “Brownies Kukus Amanda, kisah sukses bisnis rumahan” ini bisa memberikan inspirasi bisnis bagi para pembaca. Selamat berkarya dan salam sukses.
Sumber : suksesitubebas.com

Inspirasi Sukses Usaha : Kue & Makanan-Siomay

Kisah Sukses Pak Mudiarjo dengan Siomay Kang Cepot

Kisah Sukses Pak Mudiarjo dengan Siomay Kang CepotSiomay Kang Cepot berdiri sejak tahun 1987, penemu racikan Siomay Kang Cepot sendiri adalah Bapak Mudiarjo. Dari tahun ke tahun pak Mudi sapaan akrabnya, selalu mencoba mengolah dan memastikan rasa yang khas untuk Siomay Kang Cepotnya. Namun keberhasilan usahanya itu, tidak diraih tanpa kerja keras.
Sejak kecil, Pak Mudi yang dilahirkan dari keluarga yang sangat sederhana ini sudah membantu keluarganya mencari makan sendiri. Hingga menginjak usia remaja, beliau ikut orang ke Bandung untuk berjualan siomay. Setelah mendapatkan pembelajaran tentang berjualan siomay, pak Mudi kembali ke Purbalingga kampung halamannya pada saat acara pemilihan lurah. Lalu beliau mencoba meminjam modal kepada lurah yang terpilih untuk membuka usaha, alhasil beliau mendapat pinjaman sebesar Rp 250 ribu. Dengan modal pinjaman tersebut, pak Mudi gunakan untuk membeli gerobak lengkap dengan peralatannya. Dari situlah, pak Mudi mulai berjualan siomay dan usahanya pun mulai berkembang, hingga beliau dapat melunasi pinjaman modalnya. Namun usahanya itu tak jarang pula sepi pembeli, maka untuk menambah penghasilan sesekali pak Mudi menarik becak.
Pada tahun 1987, atas ajakan dari temannya, lelaki kelahiran Banjarnegara 51 tahun ini mencoba peruntungan dari berjualan siomay di Kota Yogyakarta. Di Jogjapun beliau berjualan siomay sembari menarik becak dan menjadi buruh tani. Semuanya pak Mudi lakukan demi menghidupi istri dan enam anaknya. Selain di Jogja. beliau pun sempat berjualan siomay di Pekalongan, Semarang dan Solo. Namun pada tahun 1994 akhirnya pak Mudi beserta anak dan istrinya mengontrak sebuah rumah di Jogja untuk tempat tinggal sekaligus sebagai tempat berjualan siomay. Mulai tahun 1994 tersebut, beliau tidak lagi berjualan siomay keliling dengan menggunakan gerobak.
Siomay-Kang-CepotKini kita dapat menjumpai Siomay Kang Cepot di Jl. Kaliurang KM 8,5 Dayu Sinduharjo Ngaglik Sleman. Jika dulu pak Mudi menamai usahanya dengan Siomay Super, setelah memiliki tempat sendiri, beliau memberi nama usahanya  “Siomay Kang Cepot”, nama kang Cepot sendiri diambil dari nama salah satu ikon wayang golek dari Bandung Jawa Barat yang sudah sangat khas itu.Untuk meracik adonan dan bumbu siomay,  Pak Mudi sendirilah yang mengerjakannya, namun apabila beliau sedang sakit, maka karyawannya yang membantu membuatnya. Siomay yang dijual Kang Cepot ada 2 jenis, biasa dan spesial. Dikatakan spesial karena full tengiri yang rasanya sangat yummi.
Siomay rebus dan goreng ia jual Rp 1000/ biji, sedangkan untuk siomay super / tengiri, ia jual dengan harga Rp 2.500/biji. Selain itu juga ada tahu, kubis/kol, pare, telur rebus yang dijual Rp 1000/bijinya. Pembeli pun dipersilahkan untuk memilih sendiri menu siomaynya. Kini, Siomay Kang Cepot pun mulai dikenal masyarakat Jogjakarta. Pak Mudi pun kini sudah bisa mengkaryakan 15 orang dengan upah Rp 600ribu sampai Rp.900 ribu. Diantara karyawannya bahkan ada yang sudah 11 tahun membantunya membangun usaha tersebut. Siomay Kang Cepot buka setiap hari pukul 9 pagi hingga 10 malam, ia mengaku rata-rata omsetnya mencapai Rp 4 juta/hari. Dari usahanya itu pula, beliau bisa menyekolahkan dua putranya di fakultas Kedokteran di Solo dan Purwokerto.
Dengan latar belakang pendidikan yang hanya kelas 1 SD, pak Mudi mempunyai tekad besar agar dapat menyekolahkan putra-putrinya hingga jenjang yang lebih tinggi. Beliau sangat yakin bahwa Tuhan-lah yang mengatur rizki, pak Mudi tidak pernah takut bersaing dengan beberapa orang yang membuka usaha sama dengannya. Bahkan ada salah satu mantan karyawannya yang bisa sukses dengan membuka usaha yang sama yaitu berjualan siomay. Namun diakuinya, omset tempat usahanya tetap stabil.
sumber :  bisnisukm.com.

Inspirasi Sukses Usaha : Kue & Makanan-Cake Blondi

Kisah Sukses Nazwa dengan Bisnis Cake Blondi Pisang Barangan

Kisah Sukses Nazwa dengan Bisnis Cake Blondi Pisang BaranganBisnis makanan cukup banyak menelurkan kisah sukses. Salah satunya adalah kisah sukses Nazliana Lubis, pemilik usaha aneka kue di Medan, Sumatra Utara. Berkat ketekunan dan kerja keras, dia berhasil membesarkan toko kue Nazwa Aneka Kue hingga menghasilkan omzet ratusan juta rupiah per bulan. Salah satu kue khas yang diolahnya dan menjadi terkenal adalah cake pisang yang diberi nama Blondi Pisang Barangan.
Toko kue milik Nazliana atau yang kerap disapa Nazwa yang terletak di Jl. Kapten Muchtar Basri No. 110, Medan itu cukup kondang di Sumatra Utara. Beberapa hotel berbintang di Medan sudah menjadi pelanggan tetap, seperti Hotel JW Marriot, Hotel Ina Dharmadeli, Hotel Tiara, Hotel Danau Toba, dan Madani Hotel.
Hotel-hotel memesan kue Nazwa sedikitnya sebanyak 600 potong sekali event. “Padahal, saban hari, satu hotel bisa menyelenggarakan sampai tiga kali event,” jelasnya. Bukan hanya hotel, Nazwa juga rutin mendapat pesanan dari beberapa bank, perusahaan swasta, sekolah, dan instansi pemerintah di Sumatra Utara. “Sekarang bisa menghabiskan 3.000 telur dan 8 karung tepung atau sekitar 200 kilogram (kg) tepung per hari,” kata wanita berkerudung ini. Selain kue dia juga menerima pesanan nasi boks. Perusahaan atau pemda biasa memesan 1.000 hingga 1.800 nasi boks.
Sebelum menjadi juragan kue, lulusan D3 Pariwisata Universitas Sumatra Utara tahun 1989 ini sempat bekerja di bagian ticketing di sebuah biro perjalanan selama tiga tahun. Tahun 1991, dia pindah ke perusahaan maskapai penerbangan Simpati. Jabatan terakhirnya, supervisor. “Kerja di perusahaan penerbangan itu memiliki gengsi tersendiri. Saya punya kesempatan untuk jalan-jalan ke berbagai daerah,” kata perempuan kelahiran Medan, 23 Januari 1965 ini.
Sayangnya, kebanggaannya bekerja di industri penerbangan harus berakhir. Nazwa kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena Simpati tak beroperasi lagi mulai tahun 1997. “Saya sempat stres dan labil, malu sama teman-teman dan lingkungan,” ujarnya.
Selama enam bulan, Nazwa depresi. Akhirnya, dia menemukan semangat setelah mengamati lingkungan rumahnya yang berdekatan dengan kampus Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara. “Saya perhatikan, kok di kawasan kampus tidak ada yang jual jajanan berat semacam kue. Saya pun terpikir untuk buka usaha kue,” kenangnya.
Nazwa mulai mengulak-alik aneka buku resep masakan untuk mencari dan belajar mengolah aneka kue. Maklum, dia tidak punya keahlian memasak sehingga mengandalkan buku resep. “Saya pilih jualan donat sebab proses pembuatan lebih mudah ketimbang membuat kue yang lain dan di sekeliling kampus belum ada yang jualan donat,” ujar istri dari Fadlin ini.
Pada Juli 1997, Nazwa nekat jualan donat bermodal dana kurang dari Rp 100.000. Kala itu, dia menjual sepotong donat seharga Rp 350. “Omzetnya baru Rp 70.000 per hari. Rasa dan bentuk donatnya pun belum konsisten karena saya masih belajar membuatnya,” katanya sambil tertawa.
Nazwa terus mengasah kemampuan membuat kue. Dia mengikuti aneka kursus pembuatan kue di Medan hingga Bandung. Karena usaha kue itu belum menghasilkan pendapatan besar, Nazwa menerima tawaran mengajar mahasiswa D3 dan D1 Pariwisata di salah satu perguruan tinggi di Medan. Dia mengajar mata kuliah pelayanan di perusahaan penerbangan.
Setengah tahun berjalan, penjualan usaha toko kue Nazwa belum meningkat. Justru lebih sering merugi lantaran saat itu terjadi krisis moneter tahun 1998. “Saya tidak menghentikan usaha ini meski rugi. Ini demi eksistensi usaha,” katanya.
Bayaran tak pasti
Nazwa mulai berani menitipkan kuenya di toko-toko kue. Dari sini, produksi dan omzet mulai berkembang. Tahun 2000, ia berhenti mengajar, fokus mengelola toko dan mulai mengajukan proposal penawaran ke beberapa hotel di Medan.
Pada tahun 2003, Nazwa berhasil mendapatkan pesanan dari sebuah hotel. ”Meskipun pesanan hanya bika ambon setengah loyang, 20 potong tahu isi, dan 20 potong kue lumpur, saya menerima pesanan itu,” ujarnya. Ia gigih memasok kuenya ke hotel yang memesan meskipun hanya dalam jumlah kecil. Menurut dia, yang paling penting adalah kepercayaan dari konsumennya, meskipun dia harus menerima bayaran dua bulan sekali dari hotel.
Suatu saat, hotel JW Marriot Medan memiliki acara seminar Ikatan Dokter Indonesia selama seminggu dan mengorder aneka snack ke Nazwa. Ia harus memasok 22 item jajanan pasar dengan jumlah 2.600 pieces per item. “Dari situ, pesanan besar dari hotel mulai berdatangan. Nazwa Aneka Kue mulai dikenal dan dipercaya konsumen,” jelasnya.
Dia juga mulai mendapat order katering untuk pesta yang nilainya Rp 40 juta hingga Rp 50 juta per klien.
sumber :  kompas.com